Oleh Risfan Munir
Tulisan ini dimaksud untuk retrospeksi atas pengalaman belajar, bekerja dan mengamati teman-teman sebagai Planner, Planolog, atau Ahli PWK. Tidak ada maksud mempertanyakan atau menggugat sesuatu. Melihat ilmu dan profesi bisa dari Kurikulum (bekal sekolah)nya, juga dari kiprah Keprofesian atau pekerjaan alumni sekolahnya.
Kompetensi (Bekal Ilmu)
Melihat gambar pohon PWK (perencanaan wilayah & kota) di bawah, secera diagram sederhana jelas bahwa akar atau bekal dasar ilmu PWK berasal dari sumber-sumber ilmu basic Lingkungan, Kebumian (geologi, geodesi, geografi), Engineering (sipil), Ekonomi, Demografi, Sosial, Budaya (arsitek, anthropologi), Manajemen, Hukum, MKDU (mata kuliah dasar umum).
Dari bahan dasar yang multi bidang itu, diserap, diracik dengan ilmu gabungan (teori lokasi, urban/regional geography, urban/regional economic), Ilmu-ilmu gabungan/sintesis ini penting untuk menguasai ilmu (bahan adonan) wilayah/kota. Seperti insinyur mesin harus menguasai ilmu logam, sifat fisika dan kimianya, Planner juga harus menguasai teori lokasi (gabungan ekonomi dan geografi) untuk memahami persebaran penduduk, kegiatan ekonomi (tani, industri, dagang, jasa). Dalam implementasi skala kota atau wilayahnya. Sebagai dasar memahami land-use dan Struktur Ruang Kota dan Wilayah. Suka atau tidak “pertimbangan ekonomi” (terutama skala wilayah) adalah motivasi dasar manusia berlokasi, beraglomerasi. Hampir tidak ada kota di zaman sekarang yang tidak tumbuh, di datangi orang, karena motif “ekonomi” atau “diekonomikan” (kota wisata budaya misalnya).
Karena itu perlu belajar juga Studi Pembangunan (development studies) sebagai perkawinan ilmu ek-sos-bud-link dengan unsur Kebijakan Pembangunan. Apa orientasi kebijakan pembangunan pemerintah (pro-growth, pro-equality, dan apakah serius atau basa-basi soal pro-poor dan sustainable development). Ini tentu sangat berpengaruh dalam lokasi-alokasi dan distribusi pembangunan dalam ruang. Disamping Planning Theory, Development Studies ini bekal intellectual thinking Planner, agar tidak jadi pelaksana PP, SK saja, tapi bisa mempengaruhinya, mengonsepnya. Kurang kuatnya planning theory dan development studies ini sering membuat Planner agak naïf, dengan menganggap Planning/Pembangunan cuma satu aliran, dan menganggap pemerintah otomatis seperti pemilik setiap jengkal ruang (public), sehingga otomatis produk rencana bisa diterapkan begitu saja.
Naik lagi makin ke inti (core) adalah STRATEGIC PLANNING. Menurut saya pribadi, inilah salah satu CORE COMPETENCE dari Planning/PWK. Seorang Planner baru boleh disebut Planner kalau menguasai Strategic Planning, sebagai way of thinking ataupun tehnik. Apakah menggunakan pendekatan kuantitatif atau kualitatif tidak soal, asal way of thinking dan teknik ber-Strategic Planning ini dia kuasai dengan baik. Tanpa ini seorang Planner akan terombang-ambing oleh bidang-bidang dari basic multi-disiplin itu.
Alat-alat analisis quantitative & qualitative analysis, prinsip-prinsip desain, model-model relasi antar factor, model rencana, dan teknik evaluasi semua ini adalah peralatan ilmiah bagi penyusunan rencana.
Lalu di puncaknya adalah materi dan praktek Site Planning, Urban Planning, Regional Planning, Transportation/Infrastructure Planning, Community Development Planning. Ini adalah model-model perencanaan yang digunakan sebagai studio dan praktek Perencanaan Wilayah & Kota. Model-model kemampuan menyusun produk jadi suatu Rencana Wilayah & Kota. Tentunya nantinya di masyarakat diterapkan sesuai dengan lingkup wilayah, sector dan hubungan “pemerintah-masyarakat-swasta”nya.
Keprofesian (Pekerjaan dan Tempat Kerja alumni)
Dengan berbekal ilmu dan kompetensi di atas, sesungguhnya banyak sekali bidang yang bisa digeluti dan menerima kontribusi profesi PWK. Dan ini terbukti dalam dunia kerja, sebaran alumni sekolah PWK/Planologi ada di berbagai bidang seperti Kem-PU (DJ Penataan Ruang, DJ Ciptakarya, DJ Bina Marga, DJ, Pengairan). Kementerian Perumahan, Perumnas, Bappenas, Kemdagri (Dj Bangda, DJ Otda, DJ BAKD, DJ PUM, DJ Bina Desa), Kementreian Daerah Tertinggal, Menko Kesra, Menko Perekonomian, BKPM, Kem Kelautan & Perikanan, dst. Di daerah hamper pada semua posisi. Di swasta Perusahaan Realestat, Jasa Penilai, Konsultan PWK, Manajemen Pelayanan Publik, capacity building lembaga pelayanan public. Pada lembaga donor, Bank Dunia, UNDP, dan berbagai lembaga bilateral lainnya. Serta di berbagai LSM nasional dan daerah.
Dapat dicatat bahwa di semua bidang kerja dan institusi di atas posisi Perencana bukanlah di pinggiran. Mereka juga menempati posisi puncak, misalnya Eselon-1 untuk lembaga pemerintahan, atau jajaran direksi untuk lembaga swasta dan LSM.
Keimpulannya, di lapangan ilmu Perencanaan wilayah dan kota itu sudah dikembangkan oleh pada alumninya sedemikian rupa sehingga applicable dalam bidang-bidang tersebut. Dalam knowledge management, ilmu memang tidak hanya dari kurikulum sekolah, tetapi siklusnya dilengkapi dengan “pengayaan” (enrichment) dari pelakunya (community of practice) di lapangan. Kekayaan dan visi praktisi dan pengembang/penerap di lapangan ini yang perlu dirangkul dan diakui sebagai “kekayaan khasanah ilmu PWK”.
Sering saya ditanya, kalau begitu ilmunya PL/PWK itu apa kok luas sekali. Jawaban saya CORE dari PWK/Planologi itu sesuai namanya ya (1) STRATEGIC PLANNING dan (2) Penguasaan Materi/Fenomena DINAMIKA WILAYAH & KOTA, atau kemudian ditambah STUDI PEMBANGUNAN.
Ada beberapa profesi yang kuat di Strategic Planning, misalnya dari sekolah bisnis (sumbernya) tapi mereka menerapkannya di dunia bisnis/manajemen. Karena itu kita khasnya di WILAYAH/KOTA. Penguasaan materi dan dinamika W/K ini sebagai sesuatu yang komprehensif tidak banyak orang/ilmu yang menguasainya.
Satu hal yang (menurut saya pribadi) suka tak suka harus dikuasai supaya bisa berargumentasi dengan difahami berbagai disiplin adalah “argumentasi EKONOMI (urban/regional)”. Kalau dianalogkan dengan insinyur sipil atau mesin dasar argumentasi mereka adalah hukum alam (fisika, mekanika). Konstruksi atau desain mesin adalah desain untuk memanfaatkan, mengendalikan hukum gravitasi atau kekekalan energy. Maka PWK analog dengan itu adalah “memanfaatkan, mengendalikan” perilaku ekonomi kota/wilayah. Soal fisik biasanya sekali saja dalam membuat peta land suitability. Selanjutnya dinamika budidaya “memanfaatkan/mengendalikan” motif ekonomi lokasi. Ini argumentasi yang bisa digunakan dialog dengan berbagai disiplin lain yang relatif konsisten. Punya daya ramal juga, karena motif penduduk cukup universal, berlaku di hamper semua tempat dan waktu.
Bahwa itu perlu dimodifikasi dengan pertimbangan lingkungan dan humaniora Oke. Tapi pertimbangan ekonomi adalah motif awal penduduk/kegiatan berlokasi. Masalah ruang yang universal ialah struggle for life (ekonomi). Kalau mau menyeimbangkan juga koreksi atas motif ekonomi itu. Tapi mulainya dari analisis/bahasa ekonomi, supaya dimengerti oleh banyak ilmu lain. Bekal ilmu dasar-dasar ekonomi, regional/urban economic, teori lokasi di S-1 sekarang sudah cukup, tinggal mengembangkan sesuai tempat kerja.
Demikianlah, mudah-mudahan pada Planner muda bisa mengembangkan diri dan berprofesi dengan “dada bidang, bahu lebar”, penuh keyakinan bahwa ilmu PWK sangat menarik dan bisa membekali sarjananya untuk berbuat banyak bagi negeri dan pengembangan diri dan keluarganya. Amin. [RM]
LOGFRAME: PEMBANGUNAN JALAN REGIONAL
4 years ago