Sunday, April 29, 2012

Keep It Simple

Memahami PWK menurut saya yang pokok bisa cepat "membaca peta", hamparan FISIK/lingkungan. Lalu mendelienasi area "non-budidaya", plotting sebaran potensi di area "budidaya", aglomerasi kegiatan dan prasarana.

Selanjutnya memahami fenomena Sos-Ek-Bud. Praktiknya yg dominan biasanya aspek EKONOMI, yg mempengaruhi sebaran kegiatan ekonomi. Ada lokasi n land-use pertanian ttt, industri, perkantoran, sebaran area perumahan mengikuti area tempat kerja, dataran; dan pusat-pusat perdagangan (grosier hingga retail). Lalu fenomena tumbuhnya CBDs dgn Mal dan perkantorannya.

Kota tumbuh terus karena faktor EKONOMI. Gampangnya begitu. Makin tumbuh makin mendorong sebaran. Perlombaan pertumbuhan "land-use dgn jaringan jalan" memperluas area kota.

Ternyata (dimanapun) pertumbuhan ekonomi tak otomatis menyejahterakan seluruh warga. Pertumbuhan kota, terencana atau tidak, menggusur warga yg lemah. Maka aspek SOSIAL, ketimpangan, gap, antar kelompok masyarakat, antar daerah perlu dikaji dan dicarikan solusi.

Kalau cara pandang itu dilatih terus, maka seorang Planner akan makin refleks dan tajam (master)
Dlm menganalisis dan memahami fenomena kota n wilayah.

Saya pikir logika sistem PWK ya simple, tidak njlimet. Dgn itu saja solusinya sudah sulit, karena menyangkut multi-pihak, multi-kepentingan. Dana dan potensi yang tersebar dimana-mana.(Risfan Munir, Planner)

Saturday, April 21, 2012

Peran Perencana dalam Perimbangan P-M-S

Dalam perimbangan peran "Pemerintah - Masyarakat - Swasta (P-M-S)" bagi pembangunan dan pelayanan publik kok menghawatirkan ya.

Pemerintah yang diandalkan oleh planner untuk bisa menyusun, mengawal/melaksanakan kebijakan publik (rencana W/K) - dgn otonomi daerah resourcesnya terbagi ke daerah. Sementara tarik-menarik, tumpang tindih kewenangan antar instansi di Pusat terus terjadi. Kapasitas pengendalian kian terbatas.

Pada sisi lain, pemerintah daerah yang mendapat limpahan DAU, bagi hasil - sebagian besar terserap pengeluaran rutin. Kalau ada surplus pun arah investasinya banyak yg dipengaruhi tekanan pesta politik.

Mungkin planner masa depan memang harus banyak sebagai "Fasilitator antara P-M-S". Proses planning perlu betul2 melibatkan P-M-S.

Makin eksplisit hampir semua menteri kian banyak bicara "peran swasta" terutama dalam pembangungan prasarana (MP3EI, PU/Binamarga, Perumahan, dst.). Kalau Industri, Pariwisata, Perdagangan, Transportasi tupoksinya mmg umumnya cuma mengatur, pelaku sektor ini memang swasta.

Juga disebut peran "masyarakat" (walau ini masih harus diperjuangkan/ diteriakkan oleh warga)

Planner dan jejaring antar planner mungkin harus mampu jadi "fasilitator, penghubung, katalis, advokasi" antar lembaga, antar daerah, antara P-M-S. Rencana yg dibuatnya harus workable bagi P/M/S, bukan cuma rekomendasi "program penmerintah". Mengingat resources pemerintah sudah terbagi-bagi ke daerah, berkurang karena tumpang-tindih antar instansi, dan rongrongan pesta politik.

Mungkin pesan John Friedman dalam "Planning in the public domain" layak direnungkan lagi.
(Risfan Munir)
Powered by Telkomsel BlackBerry®