Wednesday, July 10, 2019

Konsep Pengembangan Habitat (Wilayah, Kota, Desa, Permukiman) #2


6- Dukuh (hamlet) berkembang, ada dukuh-dukuh lain di dekatnya, maka terbentuk Desa. Pada tingkat Desa ini, sebagai unit permukiman mulai tampak adanya organisasi. Sekelompok manusia pekerjaannya bertani, berkebun, nelayan, dpl membentuk Unit Ekonomi. Mulai ada Uni dan Tata Pemerintahan. Diantara penduduk sendiri mulai berkelompok, berinteraksi, membentuk Unit Sosial. Sehingga Sistem Desa mulai tumbuh dengan Unit-unit Ekonomi (pekerjaan), Sosial, Pemerintahan (tata kelola), yang tumbuh-berkembang, diatas/ditopang oleh Sistem Alam (Ecosystem) nya.

7- Kebutuhan faali PANGAN (mata pencarian, ekonomi), dan PAPAN (tempat berteduh, hunian, rumah), merupakan kebutuhan paling dasar. Yang menjadi MOTIVASI manusia/penduduk memilih lokasi menetap (bertempat-tinggal).

8- Manusia bertempat-tinggal mengelilingi mata-air di padang pasir membentuk Oase. Mereka juga berAGLOMERASI di muara sungai, di dataran yang subur. Pilihan lokasi pada mulanya atas pertimbangan sumber PANGAN, serta keamanan dan kenyamanan timpat tinggal, atau PAPAN.

9- Pada tahap berikutnya, kegiatan produksi/Ekonomi bukan saja di bidang ekstraksi Sumber Daya Alam (SDA) seperti tani, ternak, perikanan, tetapi kegiatan Pengolahan, baik pengolahan hasil bumi, maupun kebutuhan lain (kerajinan, peralatan), juga Jual-Beli (perdagangan, warung), serta Jasa (tabib, bidan, tempat hiburan). Bidang-bidang non-SDA ini memungkinkan penduduk tidak harus tinggal di lokasi bertani, tetapi di tepi jalan, persimpangan, yang sering dilewati orang.

10- Dalam bukunya, "Regional Planning and Development", Arthur Glikson mengutipn Benton MacKaye, yang menyatakan: "the Objective of Regional Planning as "the cultivation of HABITABILITY of the region of human settlement."

11- “A closer observation of the term "HABITABLE" will reveal to us the essential difference between the utilitarian kind of planning and Planning for Habitability. One can define as "HABITABLE" any natural or artificial space which provides man with suitable external conditions for his continued existence, i.e., food, shelter, health, climate, different facilities etc.”

12- “HABITABILITY may be the result of natural factors as land - fertility, climate, topography; it may also be an outcome of purposeful human actions, as building  e.g. a well functioning city, lines of communication, installations, etc, in a coordinated way. What is considered at any time as being "HABITABLE", depends on the demands put forward by man acording to the rulling ideas of his civilization.” (Glikson, p.8)

13- Dari uraian tersebut, secara generik dapatlah konsep ini disebut sebagai KONSEP PENGEMBANGAN HABITAT (Wilayah, Kota, Desa, Permukiman). #Risfan_Munir


Tuesday, July 9, 2019

KONSEP PENGEMBANGAN Habitat (Wilayah, Kota, Desa, Permukiman)


1- Pengembangan Habitat (Wilayah, Kota, Desa, Permukiman) dapat dianalogikan dengan Berkebun. Proses menanam benih, memberi pupuk, merawat ekosistem sehingga hidup, dan berkembang menjadi kebun.

2- Analog dengan Kebun. Ada unsur Lahan, Tanaman, Manusia, dan fungsi Ekonomi (sayur, bunga, buah), serta Ekosistem lingkungannya. Suatu Permukiman (desa, kota, wilayah) juga terdisi dari unsur Lahan (Place), People (Penduduk n Sistem Sosialnya), fungsi Ekonomi (produksi, jasa), serta Ekosistem (lingkungan, kelembagaannya).

3- Dalam literatur awal. Artur Glikson mengutip Patric Geddes, yang merumuskan tiga unsur permukiman: FOLK, PLACE, WORK (Penduduk, Lokasi, Ekonomi) sebagi unsur dasar untuk memahami Permukiman (dukuh, desa, kota, wilayah). Inteaksi antar ketiga unsur tersebut menjadi Matrix untuk menganalisis "tumbuh n kembang"nya suatu permukiman.

Lihat Diagram di bawah (matrix 3x3, dan Stadia Tumbuh-Kembang nya).




4- Selanjutnya, Doxiadis menggambarkan "Stadia Tumbuh-Kembang"-nya Permikiman tersebut dalam Klasifikasi Ekistik, sebagaimana Gambar berikut.


(Stadia Ekistik)

5- Pada suatu lokasi yang potensial dan layak huni (lembah subur, pertemuan sungai, muara, atau persilangan jalan), sekelompok orang tinggal di lokasi itu. Mereka memanfaatkan potensi SDA, dan keuntungan letak geografisnya. Satu keluarga, diikuti keluarga lainnya, untuk memanfaatkan lokasi yang sama. Mereka ber-AGLOMERASI, sehingga terbentuk Dukuh.