Friday, May 18, 2012

Alun-alun atau City Square, Peran dan Eksistensinya

Alun-alun atau "city/town square", kalau kita baca literatur dan mengamati apa yang terjadi di kota masing-masing sungguh menarik. Di seluruh dunia bentuk umumnya memang "segi empat", letaknya awalnya di tengah kota.

Dibuat sebagai public space, ruang pertemuan antar warga, antara pemerintah (penguasa). Sebagian dipakai sebagai tempat penguasa berkomunikasi, mengumpulkan warga, mengekspresikan kekuasaan (parade militer, rapat akbar). Sejarah juga mencatat peran sebaliknya untuk protes pemerintah.

Komponen bangunan sekitarnya, biasanya selain istana, city hall, tempat ibadah, juga museum, kontor pelayanan lain. Tapi banyak pula square yang lebih berfungsi sebagai area pertemuan antar warga, events/pesta warga untuk memperingati hari ttt. Dan, banyak pula yang punya fungsi "perdagangan, hiburan" - yang musiman, periodik sbg tempat pasar malam, pertunjukan sirkus, panggung musik di area terbukanya. Juga komponen sarana/bangunan perbelanjaan dan hiburan.

Dari literatur kita juga bisa melihat spektrum skala alun-alun, mulai dari town-square sebagai civic center, hingga skala nasional seperti Lapangan Monas, Tienamen di China, Saint Peters di Vatican, dst. Menarik bahwa Red Square di Moskow tempat parade militer di depan penguasa itu aslinya justru "outdoor marketplace", dan terakhir menjadi tempat dema Mayday yg mengguncang pemerintah itu.

Sebagai elemen sentral masing2 kota pada masanya tentunya peran dan komponen fisiknya tentu mencerminkan simbol-simbol nilai yg diagungkan, dominan, serta kegiatan2 utama dalam dinamika kota ybs. Melintas waktu, dengan perubahan pola kegiatan masyarakat (ekonomi, politik, budaya), terjadi pula pergeseran peran Alun-alun atau city square ini.

Dengan perspektif literatur tersebut memang jadi bisa dimaklumi bahwa fenomena Alun-alun, sebagai ruang terbuka di tengah persaingan antar kegiatan, kepentingan, antara simbol kekuasaan, keinginan mempunyai ruang publik, civic center, paru2 kota, komersial, survival kaum urban - adalah masalah yg pelik. Terutama Alun-alun di kota besar, seperti Malang atau Bandung, yg bukan "town-square" yang relatif tidak mengalami tekanan kegiatan lain, dan bukan "national-square" yg dipreserve seperti Lapangan Monas, Tienamen dan sejenisnya. Bagaimana prospek Alun-alun di kota besar, baik peran maupun eksistensi fisiknya? (Risfan Munir, regional and community development planner).



Sent from Yahoo! Mail on Android

Wednesday, May 16, 2012

Lesson from China - Pengembangan Wilayah Jilin

Pengembangan wilayah Jilin Province, China, yang letaknya di pedalaman menghadapi tantangan yang berbeda dengan provinsi maju di wilayah timur dan tenggara yang memang lokasinya strategis. Menarik pernyataan pejabat daerah, "If industriaization and urbanization are the two wings of a plane, modern agriculture is the tail. Without a firm tail, the plane will be off course." (China Daily, 16/5/2012).

Jelas pangan adalah unggulan ekonomi Jilin. Oleh karena itu investasi dalam inovasi teknologinya difokuskan untuk mendukung peningkatan kuantitas dan kualitas produksi pertaniannya. "We want high speed and high quality as well." tegas seorang pejabat daerah itu.

GDP Jilin Province mencapai $166.5 milyar tahun lalu. Produksi biji-bijian nya mencapai 31.7 juta ton, naik 3.3 ton dari tahun sebelumnya. Dan 50.5% GDP tersebut adalah kontribusi sektor swasta. Disposable income dari penduduk perkotaannya naik 15.5% menjadi 17,800 yuan. Dan net income percapita perdesaan juga meningkat hingga 7,500 yuan, naik20.4%. The China-Singapore Jilin Food Park direncanakan dikembangkan di daerah Yongji.

Namun, disamping pertanian, sektor industri juga dipicu. Untuk itu pemerintah Jilin merencanakan 90 proyek besar. Saat ini industri otomotif mendominasi 70% sektor manufaktur. Di kawasan Changchun, ibukota provinsi ini, juga telah ada pabrik Toyota, General Motor dan lainnya.

Lessons: Fokus pada sektor unggulan, didukung dengan investasi prasarana dan inovasi, untuk peningkatan kecepatan tumbuh dan peningkatan kualitas. Serta kesejahteraan dan jaminan sosial bagi warganya. (Risfan Munir, regional and community development planner)



Sent from Yahoo! Mail on Android

Lesson from China - Pengembangan Kawasan CBD Pudong, Shanghai

Kepala naga dari perekonomian China adalah kota Shanghai, dan matanya adalah kawasan Pudong sebagai CBD yang paling diunggulkan. Letaknya di seberang sungai dengan kawasan CBD lama yang bersejarah yaitu the Bund.
Ini artinya satu kawasan yang menjadi lokomotif sistem ekonomi yang menarik gerbong-gerbong yang menghidupi 1.3 Milyar warga. Lepas dari ideologi atau sistem yang dianut, ekonomi satu negara harus digulirkan untuk menghidupi seluruh penduduk.
Maka logis sebetulnya kalau China berusaha masuk ke Ekonomi Dunia, menarik minat investor dan mendobrak pasar global, karena untuk menyejahterakan 1.3M jiwa memang harus dengan upaya keras, menuntut daya kompetisi tinggi, dan disiplin yang tinggi pula.
Dan, terbangunlah kawasan CBD Pudong, sebagai kawasan yang mungkin tercanggih sebagai financial center dunia (Risfan Munir, regional and community development planner)



Sent from Yahoo! Mail on Android

Friday, May 4, 2012

B2B: Urbanitas

Fenomena kota, urbanitas, terbentuknya pola land-use, pola lalulintas tidak sama sekali "random". Ada kekuatan motif yg mudah dibaca, yaitu motif EKONOMI.

Pada bahasan sebelumnya, kompetisi memperoleh lokasi berAKSES tinggi, lokasi STRATEGIS sesuai tujuan EKONOMI, telah membentuk pola land-price, land-rent. Sehingga kegiatan yg keuntungan ekonominya tinggi yg menempati Pusat2, CBD. Begitu juga perumahan orang lebih kaya normalnya yg ada di area nyaman "dekat CBD, tapi bebas kebisingan". (dgn perkecualian perkampungan asli yg coba bertahan dari bujukan developer).

Sementara itu banyak warga yg "khas Dunia Ke3", terpental dari perdesaan, tak mampu masuk sektor formal perkotaan. Menjadi "gerilyawan/wati", tak mampu mendapat ruang (sewa, numpang alakadarnya). Bagi mereka konsep "ruang, waktu, milik" sangat relatif.

Setiap ada proyek konstruksi, pekerja tinggal di bedeng2 darurat. Serentak muncul warung2 nasi, minuman, pengasong di bawah pohon. Betapa SEMENTARAnya konsep "lokasi, waktu, milik" bagi kaum urban ini.

Kitapun bertanya rencana pembangunan kota, pelayanan kota tak bisa apa2 membantu mereka? (Risfan Munir, planner)


Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sunday, April 29, 2012

Keep It Simple

Memahami PWK menurut saya yang pokok bisa cepat "membaca peta", hamparan FISIK/lingkungan. Lalu mendelienasi area "non-budidaya", plotting sebaran potensi di area "budidaya", aglomerasi kegiatan dan prasarana.

Selanjutnya memahami fenomena Sos-Ek-Bud. Praktiknya yg dominan biasanya aspek EKONOMI, yg mempengaruhi sebaran kegiatan ekonomi. Ada lokasi n land-use pertanian ttt, industri, perkantoran, sebaran area perumahan mengikuti area tempat kerja, dataran; dan pusat-pusat perdagangan (grosier hingga retail). Lalu fenomena tumbuhnya CBDs dgn Mal dan perkantorannya.

Kota tumbuh terus karena faktor EKONOMI. Gampangnya begitu. Makin tumbuh makin mendorong sebaran. Perlombaan pertumbuhan "land-use dgn jaringan jalan" memperluas area kota.

Ternyata (dimanapun) pertumbuhan ekonomi tak otomatis menyejahterakan seluruh warga. Pertumbuhan kota, terencana atau tidak, menggusur warga yg lemah. Maka aspek SOSIAL, ketimpangan, gap, antar kelompok masyarakat, antar daerah perlu dikaji dan dicarikan solusi.

Kalau cara pandang itu dilatih terus, maka seorang Planner akan makin refleks dan tajam (master)
Dlm menganalisis dan memahami fenomena kota n wilayah.

Saya pikir logika sistem PWK ya simple, tidak njlimet. Dgn itu saja solusinya sudah sulit, karena menyangkut multi-pihak, multi-kepentingan. Dana dan potensi yang tersebar dimana-mana.(Risfan Munir, Planner)

Saturday, April 21, 2012

Peran Perencana dalam Perimbangan P-M-S

Dalam perimbangan peran "Pemerintah - Masyarakat - Swasta (P-M-S)" bagi pembangunan dan pelayanan publik kok menghawatirkan ya.

Pemerintah yang diandalkan oleh planner untuk bisa menyusun, mengawal/melaksanakan kebijakan publik (rencana W/K) - dgn otonomi daerah resourcesnya terbagi ke daerah. Sementara tarik-menarik, tumpang tindih kewenangan antar instansi di Pusat terus terjadi. Kapasitas pengendalian kian terbatas.

Pada sisi lain, pemerintah daerah yang mendapat limpahan DAU, bagi hasil - sebagian besar terserap pengeluaran rutin. Kalau ada surplus pun arah investasinya banyak yg dipengaruhi tekanan pesta politik.

Mungkin planner masa depan memang harus banyak sebagai "Fasilitator antara P-M-S". Proses planning perlu betul2 melibatkan P-M-S.

Makin eksplisit hampir semua menteri kian banyak bicara "peran swasta" terutama dalam pembangungan prasarana (MP3EI, PU/Binamarga, Perumahan, dst.). Kalau Industri, Pariwisata, Perdagangan, Transportasi tupoksinya mmg umumnya cuma mengatur, pelaku sektor ini memang swasta.

Juga disebut peran "masyarakat" (walau ini masih harus diperjuangkan/ diteriakkan oleh warga)

Planner dan jejaring antar planner mungkin harus mampu jadi "fasilitator, penghubung, katalis, advokasi" antar lembaga, antar daerah, antara P-M-S. Rencana yg dibuatnya harus workable bagi P/M/S, bukan cuma rekomendasi "program penmerintah". Mengingat resources pemerintah sudah terbagi-bagi ke daerah, berkurang karena tumpang-tindih antar instansi, dan rongrongan pesta politik.

Mungkin pesan John Friedman dalam "Planning in the public domain" layak direnungkan lagi.
(Risfan Munir)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Friday, January 13, 2012

Land Value, Land Use, Land Value, Real-property

Rekans ysh,

Mencermati perubahan land-use perkotaa, satu aspek Geo-ekonomika ialah tentang "lahan perkotaan". Lahan perkotaan supplynya terbatas, penduduk nambah terus. Demand yang meningkat menaikkan harga lahan. Makin mendekati pusat kegiatan permintaan umumnya makin tinggi, sehingga terjadi pola kurva 'land value' seperti gambar gunung berpuncak di pusat kegiatan (CBD).



Pola land-use perkotaan sangat dipengaruhi oleh kompetisi berebut lokasi ber"akses" tinggi. Dengan implikasi, kegiatan ekonomi (perdagangan, bisnis) mendominasi pusat-pusat kota, karena harga lahan tinggi, maka yang bisa bayar yang menang.



Mulanya kota hanya punya satu pusat (monocentric), lalu membesar menjadi banyak pusat (policentric), tumbuh kota-kota satelit di pinggiran (suburban). Lalu pada kotaraya bertumbuhan "new-town in town". Jabodetabek, Surabaya, Makassar termasuk kategori terakhir ini.



Kekuatan faktor ekonomi/pasar ini merupakan kekuatan gravitasi "naga/kuda liar" yang potensial sebagai sumber magnet kota, sekaligus eksesnya. Manakala logika pasar makin dominan maka tekanan untuk perluasan land-use kegiatan perdagangan/jasa sulit dibendung. CBD meluas terus, land-use perumahan, taman, pertanian jadi lahan usaha.



Tingkat urbanisasi yang tinggi menjadikan bisnis properti (real estate) menjadi tambang emas coklat di kota-kota. Land rent/value yang dipelajari PWK menjadi "land-price", harga sewa kantor, harga rumah/apartemen di sektor properti.


Rumpun ilmu Geo-ekonomika, khususnya urban land economic punya cabang keprofesian yaitu bidang Real-estate (real property).

Salam apresiatif,

Risfan Munir


Sent from Yahoo! Mail on Android