Dalam perimbangan peran "Pemerintah - Masyarakat - Swasta (P-M-S)" bagi pembangunan dan pelayanan publik kok menghawatirkan ya.
Pemerintah yang diandalkan oleh planner untuk bisa menyusun, mengawal/melaksanakan kebijakan publik (rencana W/K) - dgn otonomi daerah resourcesnya terbagi ke daerah. Sementara tarik-menarik, tumpang tindih kewenangan antar instansi di Pusat terus terjadi. Kapasitas pengendalian kian terbatas.
Pada sisi lain, pemerintah daerah yang mendapat limpahan DAU, bagi hasil - sebagian besar terserap pengeluaran rutin. Kalau ada surplus pun arah investasinya banyak yg dipengaruhi tekanan pesta politik.
Mungkin planner masa depan memang harus banyak sebagai "Fasilitator antara P-M-S". Proses planning perlu betul2 melibatkan P-M-S.
Makin eksplisit hampir semua menteri kian banyak bicara "peran swasta" terutama dalam pembangungan prasarana (MP3EI, PU/Binamarga, Perumahan, dst.). Kalau Industri, Pariwisata, Perdagangan, Transportasi tupoksinya mmg umumnya cuma mengatur, pelaku sektor ini memang swasta.
Juga disebut peran "masyarakat" (walau ini masih harus diperjuangkan/ diteriakkan oleh warga)
Planner dan jejaring antar planner mungkin harus mampu jadi "fasilitator, penghubung, katalis, advokasi" antar lembaga, antar daerah, antara P-M-S. Rencana yg dibuatnya harus workable bagi P/M/S, bukan cuma rekomendasi "program penmerintah". Mengingat resources pemerintah sudah terbagi-bagi ke daerah, berkurang karena tumpang-tindih antar instansi, dan rongrongan pesta politik.
Mungkin pesan John Friedman dalam "Planning in the public domain" layak direnungkan lagi.
(Risfan Munir)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
LOGFRAME: PEMBANGUNAN JALAN REGIONAL
4 years ago
No comments:
Post a Comment