Thursday, July 7, 2011

Percaturan Kebijakan Pengembangan Wilayah Nasional

Tulisan ini merupakan upaya saya memahami "masa panca-roba" ini dari kacamata "kebijakan publik (KP)" (public policy).

PERTAMA - Dari kacamata KP, masa Orde Reformasi ini memang beda dengan Orba. Dulu perencanaan kota, wilayah, tata ruang - relatif bisa diputuskan sebagai peraturan oleh pemerintah, dengan persetujuan dewan yang relatif "mitra pemerintah", serta para pakar (elit) yang diundang kontribusi. Begitu solidnya kekuasaan hingga sepertinya untuk meng-goal-kan rencananya, satu departemen tak harus banyak berembuk dengan departemen lain, yang penting "big-bos" sudah setuju. Alat-alat negara, bahkan TNI/Polri akan ikut mengawal kebijakan (ekstremnya dalam pembebasan lahan).

Alumni Planologi pertama bekerja mulai sekitar tahun 1965, sehingga praktis proses KP yang kita kenal adalah model seperti itu. Istilah KP-nya otoritarian/elitis. Baik proses penyusunan Masterplan, RIK, RSTRP, dan berbagai variannya hingga yang skala nasional (konsep pengembangan wilayah, NUDS, SNPPTR) prosesnya seperti itu.

Memasuki era Reformasi, dengan Desentralisasi dan Demokratisasi, proses KP dirubah, lebih demokratis, melibatkan konsultasi publik, proses partisipasi, dan proses politik. Ini sesungguhnya perubahan drastis. Akibatnya, ada pertarungan kepentingan yang terbuka, bukan saja antara kepentingan politik para anggota dewan dan antar kelompok masyarakat. Tetapi ternyata "antar instansi pemerintah" juga konfliknya menjadi terbuka (banyak RTRW alot persetujuannya karena konflik ini). Dalam proses KP, Proses Perencanaan yang kita kenal dulu, hanya ditempatkan sebagai "Proses Teknokratis". D.p.l. kerja planner model lama baru
mencapai "tahap teknokratis" itu, dan ada proses partisipatif (setidaknya konsultasi publik), proses politis, agar "produk rencana" menjadi produk "kebijakan publik". (tulisannya pak BSP banyak menyinggung soal ini)

KEDUA - Aplikasi ilmu PWK, kalau saya amati dari sudut KP, memang ada dua jalur Pak Eka. Ada yang berusaha tetap "murni/netral" ada yang tematis. Di kantor Anda, PWK diartikan sebagai Penataan Ruang, dan dicoba dibawakan secara netral, komprehensif. RTRW (dari kota/kabupaten, provinsi, nasional), adalah satu bentuk penataan ruang yang netral (komprehensif?). Saya tidak tahu apakah ini yg Anda aksud dengan "engineering untuk engineering". Walaupun area-nya berbasis "wilayah administratif" ya, tidak seperti ilmu PWK yang berbasis wilayah fungsional.

Di instansi/sektor lain ilmu PWK diterapkan dengan tema tertentu, misalnya: pembangunan daerah tertinggal, pembangunan regional dan daerah, pembangunan koridor ekonomi, kawasan industri, pengembangan sentra produksi, pengambangan kawasan terpadu mandiri, pengembangan pesisir dan pulau2 kecil, pembangunan perumahan dan permukiman, dst.

Mengingat bahwa sekarang semua perlu melewati proses untuk bisa diputuskan sebagai "kebijakan publik", maka tema-tema ini menjadi "penentu", karena publik, politikus, pengambil keputusan, menimbang berdasarkan "nilai strategis" di mata masyarakat. Publik akan lbh mudah tergerak, beropini, lalu politikus kemudian memasukkannya sbg prioritas "Agenda Kebijakan", kalau itu sound. Oleh kerana itu, Pengentasan kemiskinan, pembangunan daerah tertinggal, konflik peruntukan lahan, sepertinya lebih mengundang opini.

Kalau kita ingat "Konsep Pengembangan Wilayah" Pak Pornomosidhi HS, sesungguhnya juga tidak netral, tapi bias ke "jalan raya", pengembangan wilayah disoroti dari sisi "kol-dip" (koleksi, distribusi), bahasa lainnya "transportasi dan logistik wilayah". Selanjutnya diperluas dengan "pengembangan permukiman transmigrasi". Di sisi lain, sepertinya juga kurang memasukkan sistem wilayah/daerah aliran sungai.

Pak Eka, pemahaman saya sementara ini kok begitu. Sehingga dari kacamata "kebijakan publik" itu, memang perlu selalu kolaborasi, sinergi, atau juga saling koreksi, antara yang "mengawal kaidah penataan ruang", dengan instansi2 yang menerapkan PWK secara tematis. Urusan kita "publik", jadi tidak terlalu soal "siapa dikendalikan siapa", tetapi bagaimana supaya ide dan misi PWK itu bisa menjadi Agenda Kebijakan nasional dan daerah, supaya dibahas, dan dirioritaskan, untuk diputuskan seperti rencana, dan mendapat dukungan sumberdaya pula (dana, kerjasama instansi lain, dst). (Oleh Risfan Munir)

No comments:

Post a Comment