Kubus 27 aspek, dalam buku land-use plan aslinya matriks "concerns x
actors = 9 aspects"; karena dalam UUPR ada 3 steps (perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian). Jadi untuk mengingatkan/memicu pikiran kita saya gabung menjadi:
3x3x3 = 27 aspek.
Dibuat simple sebagai pengingat-ingat, dalam aspek apa kita bicara, dan aspek
apa yang belum kita garap.
Dari literatur begitulah aspek policy dari land-use. Tentu saja aspek
teknis (ukuran-ukuran) yang Anda garap dengan teman2 harus
dikembangkan/dipertajam terus. Tapi buku land-use dan pemgamatan juga
mengingatkan jangan lupa ada aspek pemanfaatan, pengendalian; ada actors dan
concerns nya yang perlu dipertimbangkan.
Soal komprehensif, a.l. Berke menyebut bahwa potensi konflik antar concern
(economic vs equity vs environment) memang selalu terjadi, dan ini terkait
dengan kepentingan antar aktor pula. Proses perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian idealnya merupakan proses menuju equilibrium, menuju posisi
"liveable" yg lebih baik.
Konflik tambang vs hutan (Kalimantan), hutan vs kebun (Sumatera); tambang vs
sumber air penduduk (Blora); dan mal vs konservasi (Jateng vs Solo), realestat
vs pelestarian pantai (Pantura Jakarta); mal vs RTH (banyak kota) dll, adalah
kasus riil yang terbukti menghambat pengesyahan rencana, tentu soal pemanfaatan
dan pengendalian juga. (Risfan Munir, perencana pembangunan wilayah dan kota)
actors = 9 aspects"; karena dalam UUPR ada 3 steps (perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian). Jadi untuk mengingatkan/memicu pikiran kita saya gabung menjadi:
3x3x3 = 27 aspek.
Dibuat simple sebagai pengingat-ingat, dalam aspek apa kita bicara, dan aspek
apa yang belum kita garap.
Dari literatur begitulah aspek policy dari land-use. Tentu saja aspek
teknis (ukuran-ukuran) yang Anda garap dengan teman2 harus
dikembangkan/dipertajam terus. Tapi buku land-use dan pemgamatan juga
mengingatkan jangan lupa ada aspek pemanfaatan, pengendalian; ada actors dan
concerns nya yang perlu dipertimbangkan.
Soal komprehensif, a.l. Berke menyebut bahwa potensi konflik antar concern
(economic vs equity vs environment) memang selalu terjadi, dan ini terkait
dengan kepentingan antar aktor pula. Proses perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian idealnya merupakan proses menuju equilibrium, menuju posisi
"liveable" yg lebih baik.
Konflik tambang vs hutan (Kalimantan), hutan vs kebun (Sumatera); tambang vs
sumber air penduduk (Blora); dan mal vs konservasi (Jateng vs Solo), realestat
vs pelestarian pantai (Pantura Jakarta); mal vs RTH (banyak kota) dll, adalah
kasus riil yang terbukti menghambat pengesyahan rencana, tentu soal pemanfaatan
dan pengendalian juga. (Risfan Munir, perencana pembangunan wilayah dan kota)
No comments:
Post a Comment