Monday, November 3, 2025

Pendekatan Urban Development melalui Pemberdayaan Komunitas (Kotaku)

Antara lain: "Program Kotaku: Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Perkotaan"

Program Kotaku menggunakan pendekatan TRIDAYA untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat perkotaan di Indonesia. TRIDAYA mencakup:

1. Daya Manusia: Meningkatkan kapasitas masyarakat melalui pelatihan dan pendampingan.
2. Daya Ekonomi: Meningkatkan pendapatan melalui pengembangan usaha mikro dan kecil.
3. Daya Fisik/Lingkungan: Meningkatkan kualitas lingkungan dan infrastruktur dasar.

Program ini melibatkan masyarakat dan pemerintah lokal dalam perencanaan dan pelaksanaan. Hasilnya, masyarakat memiliki akses yang lebih baik ke fasilitas umum, pendapatan yang lebih baik, dan kemampuan yang lebih baik dalam mengelola lingkungan mereka.

Gentrifikasi: Fenomena yang Mengubah Wajah Kota

Gentrifikasi adalah proses perubahan suatu kawasan perkotaan menjadi area yang lebih makmur dan menarik bagi kalangan menengah ke atas, yang ditandai dengan renovasi bangunan, peningkatan harga properti, dan perubahan demografi penduduk. Di kota-kota besar Indonesia, gentrifikasi telah menjadi isu utama karena dapat menyebabkan penggusuran penduduk asli, kehilangan identitas budaya, dan kesenjangan sosial.

*Isu Utama Gentrifikasi di Kota-Kota Besar Indonesia*

- Penggusuran penduduk asli dan kehilangan tempat tinggal
- Perubahan identitas budaya dan kehilangan warisan sejarah
- Kesenjangan sosial dan ekonomi antara penduduk lama dan pendatang baru
- Peningkatan harga properti dan biaya hidup

*Alternatif Solusi*

- *Perencanaan Partisipatif*: Melibatkan masyarakat lokal dalam proses perencanaan dan pengembangan kawasan
- *Pembangunan yang Inklusif*: Membangun hunian yang terjangkau dan fasilitas umum yang memadai
- *Pelestarian Warisan Budaya*: Melestarikan bangunan dan ruang publik yang memiliki nilai sejarah dan budaya
- *Pengembangan Ekonomi Lokal*: Mendorong pengembangan ekonomi lokal yang berbasis pada potensi dan kebutuhan masyarakat setempat.

Dengan demikian, gentrifikasi dapat diatasi dengan cara yang lebih manusiawi dan berkelanjutan.

Wednesday, March 2, 2022

Systems Thinking - Pola-1: LIMITS to GROWTH, Perubahan pada Wilayah/Kota

Jika pertumbuhan kegiatan, permukiman di suatu Wilayah/Kota/Desa akan berakumulasi, terus tumbuh kian meningkat. Maka akan terjadi pemanfaatkan Sumber Daya Wilayah/Kota yang kian meningkat pula. Maka selanjutnya akan kian medekati carrying capacity, Batas Pertumbuhan Wilayah/Kota tersebut. 
Jika pertumbuhan tersebut kian akumulatif, tanpa bisa dikendalikan, maka secara alamiah dapat menimbulkan kerusakan lingkungan, tidak hanya di kawasan padat tersebut, tetapi juga kepada lingkungan hilirnya.

Implikasi Kebijakan: Harus ada upaya untuk mengendalikan pertumbuhan (growth management).

Sunday, February 20, 2022

Systems THINKING: Investasi Infrastruktur, Pembangunan Ekonomi, dan Lapangan Kerja

Salah satu prinsip dari Systems Thinking ialah inter-connectedness, saling-terkait antar faktor. Strategi Pembangunan yang diterapkan melalui Investasi Pembangunan Infrastruktur, jika ini berjalan lancar, infrastruktur wilayah dan kota terbangun, maka Kegiatan Ekonomi Wilayah/Kota akan tumbuh-berkembang. Jika Kegiatan Ekonomi tumbuh- berkembang, maka akan tercipta Lapangan Kerja. Keduanya akan menciptakan multiplier effect, artinya akan menumbuhkan kegiatan-kegiatan ekonomi pendukung yang lebih banyak lagi, dan menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak lagi.

 

Jika Kegiatan Ekonomi dan Lapangan Kerja terus tumbuh-berkembang, maka diharapkan pendapatan (pajak dan bukan pajak),akan meningkat. sehingga meningkatkan kapasitas keuangan dan budget pemerintah (pusat, daerah). Pendapatan pemerintah meningkat, maka kembali investasi infrastruktur dapat ditingkatkan. Maka Kegiatan Ekonomi Daerah makin meningkat, dan Lapangan Kerja makin tumbuh berkembang juga. demikianlah Siklus Pembangunan Daerah berlanjut.




 Namun situasi eksternal yang terjadi, ternyata ada pandemi Covid-19, yang dari akhir tahun 2019 sampai dengan tahun 2022 ini masih terjadi secara pasang-surut. Sudah sempat surut, tetapi kemudian datang varian Delta, setelah sempat mereda, datang lagi varian Omicron. Maka Siklus yang sifatnya Enforcing (kian menguat) tersebut akhirnya mengalami koreksi, Balancing (kian surut, melemah).

 

Implikasi Kebijakannya, pemerintah nampaknya menempuh dua jalur. Pertama, berupaya mengendalikan pandemi Omicron dengan memperluas dan mempercepat vaksinasi, dan dukungan medis (perawatan, obat) bagi yang telah tertular Covid-19.

Kedua, tetap meningkatkan investasi dengan menghimpun dana pinjaman dalam negeri (menerbitkan surat utang, dsb), pinjaman luar negeri. Penyertaan modal swasta nasional (PKBU/ pola kerjasama badan usaha) dan asing, baik dalam pembangunan prasarana (jalan raya, bandara, pelabuhan, bendungan), maupun dalam kegiatan ekstrasi SDA (pertambangan), dan hilirisasi industri pengolahan hasil tambang, perkebunan, perikanan, dan lainnya. (Risfan Munir)

Wednesday, February 16, 2022

Perbedaan SYSTEM THINKING dengan Linier Thinking

Perbedaan antara SYSTEM THINKING dengan Linier Thinking yang telah digunakan secara umum selama ini. Linier Thinking sifatnya respons cepat, menjawab symptom persoalannya. 

Misalnya: ada hujan, solusinya ya pakai payung. Jalan macet, solusinya yang turunkan polisi lalulintas, atau perlebar jalan, bangun flyover. Keuntungannya, itu merupakan solusi cepat (Gambar kiri).

Persoalannya ialah, kalau ternyata kemacetan tersebut kemudian berulang lagi di tahun-tahun berikutnya, dan itu yang terjadi. Maka perlu dilihat permasalahan ini perlu dilihat lagi secara komprehensif, yaitu dengan SYSTEM THINKING.

Sebagaimana dapat dilihat pada gambar, kalau didalami lebih jauh, ternyata ada lingkar balik (loops). Dalam contoh itu, ternyata faktor Perilaku Pengemudi selain mengakibatkan Kemacetan, dia juga diakibatkan oleh Kemacetan itu. Begitu pula faktor Jumlah Kendaraan Pribadi, dia mengakibatkan tingkat Kemacetan Lalu-lintas, tetapi dalam jangka waktu tertentu, juga menyebabkan sebagian penduduk lebih nyaman kalau memiliki Kendaraan Pribadi (mobil, dan terutama motor).

Adanya loops (lingkar balik) tersebut telah menjadi salah satu ciri prinsip dari SYSTEM THINKING, yang membedakannya dengan Linier Thinking. Solusi/respons cepat, seperti misalnya melebarkan jalan, membangun flyover, itu memang dapat menyelesaikan persoalan sesaat, darurat, tetapi untuk jangka panjang perlu diantisipasi efek atau akibat ikutannya. Memperlebar jalan, membangun flyover, sesaat mengatasi masalah kemacetan. namun untuk jangka menengah dan panjang, kenyamanan jalan juga dapat meningkatkan minat untuk menggunakan kendaraan pribadi. Dalam kasus kemacetan, mungkin perlu diimbangi dengan opsi kebijakan lain seperti: pembatasan mobil pribadi dengan aturan "ganjil-genap", peningkatan kuantitas dan kualitas angkutan umum, pengaturan parkir di pusat keramaian.
Pemahaman akan loops, yang berarti mengantisipasi adanya "boomerang" dari suatu kebijakan/aksi, dapat membuka pikiran untuk mencari opsi-opsi kebijakan penanganan yang lain. Membuat kita menyadari, bahwa setiap kebijakan selalu ada plus-minus nya. Sehingga perlu dipikirkan opsi-opsi alternatif, dengan plus-minus masing-masing. (rmr)

Monday, February 14, 2022

Systems Thinking - Waktu dan Tujuan Penerapan Systems Thinking

Kapan saat Systems Thinking betul-betul dibutuhkan? Systems Thinking biasanya digunakan untuk mencari solusi atas masalah-masalah yang sifatnya:

1)    Masalah yang dianggap penting, strategis (mempengaruhi yang lain),

2)    Persoalan kronis, bukan kejadian sesaat (tapi berulang, menerus),

3)    Persoalan yang familier (banjir, persampahan,kemacetan lalulintas, dst), dan punya sejarah,

4)    Beberapa pihak sudah melakukan berbagai upaya penanganan, tapi selalu tidak memadai, bahkan gagal.

 

Tujuan (dan Langkah) Systems Thinking, antara lain:

1)    Mendapat gambaran lengkap (mapping) mengenai sistem boundary, komponen-komponen, dan lingkungan yang mempengaruhi;

2)    Mengenali akar-akar masalahnya (cause: why? why?) ;

3)    Memahami potensi dampak (if ..- then.., if ..- then..), serta alternatif solusinya.

4)    Menghindari Kesimpulan yang terlalu dini;

5)    Mengenali "titik ungkit/akupuntur" (leverage point) dalam system untuk dapat mengubah dan menyusun kebijakan/intervensi. (rmr)

Sunday, February 13, 2022

Systems Thinking dan ICEBERG Persoalan Wilayah/Kota

Persoalan-persoalan yang dihadapi oleh Wilayah/ Kota/ Desa dapat dibedakan menjadi dua: persoalan sesaat, dan persoalan yang berulang, bahkan menetap dan kronis.

Persoalan jalan macet karena ada tabrakan, ada truk mogok mungkin hanya peristiwa terjadi sesaat.

Tetapi kalau kemacetan itu ternyata terjadi berulang-ulang (tiap hari Senin, pada jalan-jalan tertentu). Berarti kejadian ini ber-Pola. Maka perlu dipelajari Pola (misal diketahui: tiap hari Senin pkl 07-00-09.00; di jalan-jalan tertentu; ada apa disitu: peruntukan sekolah dan perkantoran). Sebabnya dapat diduga: karena tiap Senin pagi ada upacara, di sekolah-sekolah, dan kantor-kantor.




 

Lebih jauh dapat dilihat lagi Struktur faktor-faktor penyebabnya: apakah faktor Land-Use (penumpukan kegiatan), faktor banyaknya mobil pribadi, faktor lebar jalan, dan lainnya.

 

Kalau persoalan tersebut terjadi berulang, bahkan bertahun-tahun, dan penertiban, pelebaran jalan, atau tindakan lain tidak efektif. Maka mungkin Cara Pandang/Berpikir nya yang dikaji, bagaimana kalau fenomena kawasan itu diterima apa adanya, dan lalu-lintas ke kawasan itu tiap Senin pagi dibelokkan ke arah/jalur lain. Atau ada Cara Pandang yang lain, mengubah hari upacara perkantoran menjadi hari Selasa, atau Jumat (sekaligus hari Krida) (?)

 

Systems Thinking biasanya tidak untuk merespons kejadian/peristiwa sesaat (macet karena ada kecelakaan), atau seperti "pemadam kebakaran", tetapi untuk menjawab persoalan yang berulang (akut, bahkan kronis), seperti kemacetan rutin, banjir tiap musim hujan (kekeringan tiap kemarau), kemiskinan (kawasan kumuh) perkotaan, penggundulan perbukitan, dan sejenisnya (rmr)***