Perencanaan wilayah dan kota terkait perencanaan pariwisata dapat dirasakan dengan berwisata. Ini adalah cara praktis belajar perencanaan wilayah dan kota serta perencanaan pariwisata (tourism planning) secara "gembira, asyik dan menyenangkan" (GASING, istilah fisikawan, pencetak juara Olimpiade Sains, Prof. Yohanes Surya).
Pengalaman melihat kemajuan pengembangan pariwisata Saigon atau Ho Chi Minh city (HCMC), kota ini lebih mudah dibandingkan dengan Medan. Airport Tan Son Nhat juga serupa dengan airport Sultan Hasanuddin Makassar atau airport internasional Padang, Sumatera Barat.
Angkutan dalam kota ada angkutan kota, ojek, taxi. Taxi yang populasinya banyak kelihatannya Vinasun, dengan kedaraan merk Vios dan Innova. Para sopir taxinya umumnya berbaju putih, celana panjang hitam. Mengingatkan pada pakaian orang keturunan China di tahun 60an. Pengendara sepeda motor banyak sekali, sepertinya lebih mendominasi lalu lintas kota. Karena kendaraan roda empat pribadi jumlahnya tidak dominan. Secara sepintas jalan kota lebih bersih daripada jalanan di kota-kota di Indonesia pada umumnya. Mungkin karena pengelolaan sampah yang lebih baik, atau masyarakatnya juga lebih disiplin. Karena mereka sangat sadar akan peran pengembangan pariwisata, sebagai andalan ekonomi nasionalnya.
Tadinya tak terbayangkan akan menginap di hotel seperti apa dengan paket tour AirAsia, walau sudah melihat fotonya. Maklum di pikiran saya pelayanan di kota negara komunis ini belum terbayang seperti apa. Namun ternyata hotel Metropole HCMC memang comfortable tak jauh beda dengan kondisi hotel bintang empat umumnya. Dengan pemanas air minum, TV channel internasional, internet cable dan perlengkapan lainnya.
Mungkin salah satu faktor penting dalam perwujudan penyatuan ekonomi dan persahabatan ASEAN yang riil adalah adanya penerbangan budget seperti AirAsia ini. Selain juga kebijakan bebas visa antar negara Asean (termasuk ke Hongkong) dan bebas fiscal dari pemerintah RI.
Salah satu atraksi yang ditonjolkan Vietnam adalah Cu Chi Tunnels (baca: Ku Ci), terowongan pertahanan pasukan gerilyawan Vietnam. Ini bisa dikatakan lambang kebanggaan kepahlawan mereka yang mengusir pasukan Adikuasa yang bersenjata modern. Taktik gerilya yang dilancarkan di desa Cu Chi (dekat Airport Ton San) berhasil karena kegigihan mereka yang didukung warga desa. Terowongan sempit yang bersusun tiga, dan panjang berliku ini sungguh menggambarkan ketahanan gerilyawan yang hidup bertahun-tahun dalam lubang sempit, gelap, lembab dan sulit mendapatkan oksigin. Teknologi jebakan tradisional hingga ranjau darat anti tank yang mereka buat di desa ini sungguh menggambangkan keunggulan teknologi tepat guna atas teknologi modern yang tergantung pasokan bahan bakar, onderdil (components) yang sering jadi kendala. Ini jadi perlambang bahwa menghadapi serangan banyak teknologi maju yang membuat suatu bangsa bergantung, teknologi tepat guna yang sederhana, namun berbasis pada keunggulan lokal, sehingga bisa melibatkan banyak partisipasi masyarakat.
Lingkungan wisata Cu Chi Tunnels ini berupa hutan dekat sungai Saigon, yang dipelihara. Rute dimulai dari pelataran parkir, kemudian loket, lalu mengikuti jalan setapak dalam hutan yang melingkar. Di tengah hutan kecil itu ada gubug-gubug seperti 'tenda' komando militer tempat wisatawan diberi 'ceramah' tentang sejarah dan peta situasi desa gerilyawan lengkap dengan maket terowonga-terowongannya. Setelah diberi penjelasan oleh tour guide, lalu diputar video yang dibuat tahun 1967 tentang perjuangan desa Cu Chi. Kisahnya mulai dari ketenangan dan kenyamanan hidup warga, yang bertani dan anak-anaknya bersekolah, lalu datang musuh yang membombardir desa mereka dan menyerang dengan tank dan senjata perusak lainnya. Waarga akhirnya melawan dengan cara bergerilya menggunakan terowongan-terowongan tersebut dalam taktik "hit & run". Termasuk para 'lasykar wanita' nya.
Setelah menyaksikan film dokumenter yang memberikan kerangka sejarah dan peristiwa tersebut wisatawan diajak melihat lubang-lubang masuk terowongan. Mengesankan (atau mengerikan) kalau membayangkan mereka menggali terowongan sempit itu hingga ratusan kilometer. Wisatawan diajak untuk masuk lubang tersebut untuk merasakan atraksi terowongan sekitar 20m yang memakan waktu sekitar 5 menit. Gelap, lembab dan menegangkan.
Selain menyaksikan terowongan, juga ditunjukkan jebakan-jebakan yang dibuat gerilyawan, mulai dari berbagai rupa jebakan manual yang dipasang tanah dan di dalam lubang.
Atraksi lain yang ditunjukkan adalah produk kerajinan rakyat, yaitu berbagai souvenier terkait perlengkapan gerilya.
Kerajinan rakyat setempat yang juga ditunjukkan ialah industri rumahan pembuatan rice paper yaitu kertas dari beras untuk bungkus 'spring roll' (lumpia) Vietnam. Selain produk 'gula-kacang' dan makanan kecil lainnya.
Disini kita melihat kejelian Vietnam. Peninggalan perang yang menggoreskan kenangan pahit itu bisa di-REFRAME (rubah cara pandangnya) menjadi daya darik. Dia tahu bahwa bagi warga dunia atau wisatawan nama Vietnam selalu diasosiasikan dengan sejarah perang Vietnam yang melibatkan dua negara adikuasa dan para sekutunya.
Pariwisata sudah dipilih menjadi andalan sumber devisa. Perencanaan pembangunan dan perencanaan wilayah dan kota karenanya tak dapat dipisahkan dengan perencanaan pariwisata. Dalam konsep Tourism, Trade, Investment (TTI) sektor pariwisata bisa menjadi duta atau pengundang investor. Sesuai peribahasa tak kenal maka tak saying, pengembangan pariwisata merupakan langkah membuka pintu dan menanamkan citra “ramah” kepada calon investor. Karenanya perencanaan pengembangan wilayah dan kota memerlukan perencanaan pariwisata. [Risfan Munir, alumni ITB]
LOGFRAME: PEMBANGUNAN JALAN REGIONAL
4 years ago
No comments:
Post a Comment