Friday, June 18, 2010

Pertanahan: Hernando de Soto

Menyangkut "public policy", termasuk perencanaan wilayah dan kota, yang mesti dihindari memang "pukul rata" (gebyah uyah). Begitu pula dalam membahas peran Hernando de Soto dalam formalisasi modal/aset kaum lemah (sektor informal).

Program pendaftaran/ sertifikasi (murah, masal) seperti PAP atau Larasita untuk komunitas2 yang memang membutuhkan memang perlu. Untuk memperjelas batasan hak milik, mengurangi risiko konflik. Bisa diagunkan untuk dapat cash/modal kerja yang dibutuhkan. Kalau ada pihak lain yang mengakuisisi memudahkan pemilik menerima ganti rugi secara wajar.

Kelemahannya, kontrol komunitas jadi berkurang, tiap individu bisa dibujuk pihak lain untuk melepaskan kepemilikan tanahnya. Tapi komunitas sendiri juga bisa punya kelemahan kalau feodalistik, nasib kelompok ditentukan satu-dua godfather saja, yang tidak adil lagi.

Tentang de Soto, saya melihatnya bahwa pada masanya (dulu) memang dia yang memperkenalkan "fenomena informal" (kaum miskin) kepada kelompok "kanan" atau pihak yang konvensional (pemerintah, perbankan) yang dalam policy nya cenderung tak peduli "yang informal" atau menganggap kaum miskin sebagai persoalan saja. Bahwa kaum miskin itu bukan tak punya apa-apa, mereka juga punya kapital/aset tapi informal. Sehingga program untuk meng-include kan mereka ya lewat formalisasi aset mereka. Omongan dia didengar karena dia juga dari sisi "kanan".

Tapi sekarang pemerintah dan perbankan sudah mulai banyak aware dengan potensi kaum "informal". Perbankan sudah punya linkage dengan BPR, Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Koperasi Simpan Pinjam dst. Di sektor riil kemitraan-kemitraan UB - UMKM juga banyak berkembang. Sehingga pilihan banyak. Oleh karena itu saran de Soto soal sertifikasi sudah saatnya jadi salah satu pilihan saja dari banyak pilihan. Bukan satu-satunya 'resep'. Kalau menempatkannya begitu mungkin jadi resep yang wajar.

Kenyataannya masalah colateral untuk kredit, atau syarat "berbadan hukum" itu masih jadi syarat prinsip menurut peraturan BI ataupun Pemerintah (Keppres 80 ttg procurement) Kadang lembaga swadaya kampung tak bisa mengerjakan program perbaikan fisik di lingkungannya, karena harus tender dan berberbadan hukum. Ini kan bukan saran de Soto, tapi pemerintah sendiri (yang pukul rata).
Mudah-mudahan ikut meningkatkan khasanah diskusi perencanaan wilayah dan kota yang lebih luas. [Risfan Munir]

No comments:

Post a Comment