Thursday, February 17, 2011

Arsitektur Kota Kecil

Powered by Telkomsel BlackBerry®


From: "Risfan M" <risfano@yahoo.com>
Sender: referensi@yahoogroups.com
Date: Thu, 17 Feb 2011 20:10:35 +0000
To: referensi<referensi@yahoogroups.com>
ReplyTo: referensi@yahoogroups.com
Subject: Re: [referensi] Arsitektur Kota Kecil

 

Pak Djarot dan rekans ysh,

Salam jumpa. Trims ceritanya. Ini mengingatkan pada Kevin Lynch "Image of the City" ya, yang memberi kerangka pandang untuk mengamati pola dari unsur: nodes, paths, districs, landmark, edges - dalam mengamati suatu kota.

Ada pusat kegiatan (pasar didekatnya kantor, masjid, lapangan), jaringan jalan, blok-blok hunian (menurut pola sosekbud), landmark, dan batas-batas pinggirannya.

Jika dilihat dari fenomena land-use, pertimbangannya yang diamati biasanya fenomena interaksi pertimbangan "3EL" - economy, ecology, equity, livability (Berke).

Human settlement pada awal terbentuknya bisa saja petimbangan antar elemen 3EL nya harmonis. Seiring dengan perkembangannya (kalau punya potensi ekonomi) bisa jadi antar aspek "economy vs ecology, equity vs economy, equity vs livability, dst" bisa konflik. Fenomena-fenomena yang terjadi spontan itulah yang menjadi tantangan perencanaan kota (urban land-use planning) untuk mengharmoniskan lagi, begitu seterusnya secara dinamis.

Seperti rumpun tanaman (semak), semua anggota populasi tanaman itu cenderung menyongsong arah sinar matahari. Tugas pekebun setelah memahami fenomena arah dan kecepan tumbuh masing2 tanaman, manatanya, kalau perlu mencukur (?), memindahkan, agar semua mendapatkan sinar matahari yang cukup. Atau pola taman yang bagus (menurut kriteria siapa?)

Fenomena pertumbuhan kota tentu saja bisa dilihat dari sudut pandang land-use, arsitektur, antropologi (Geertz's Mojokuto), sosiologi, urban geography, ecology, dst.
Selamat untuk Dr. Jokowi, semoga hasil studinya menambah pemahaman atas fenomena perkembangan (organisme/mahluk) kota.

Salam,
Risfan Munir
www. wilayahkota.blogspot.com





Powered by Telkomsel BlackBerry®


From: Djarot Purbadi <dpurbadi@yahoo.com>
Sender: referensi@yahoogroups.com
Date: Thu, 17 Feb 2011 22:14:14 +0800 (SGT)
To: referensi<referensi@yahoogroups.com>
ReplyTo: referensi@yahoogroups.com
Subject: [referensi] Arsitektur Kota Kecil

 

Dear Sahabats,

Setelah beberapa waktu kita melakukan silentium, setelah "membedah" gaya planning Bpk BSP, di Jogja kemarin lahir satu doktor arsitektur dan perencanaan yang baru, yaitu Dr. Ir. Djoko Wijono, M.Arch. Dari invertigasi lapangan yang mendalam, secara morfologi maupun fenomenologi, Mas Djoko Wijono menemukan sebuah kata dahsyat, yaitu SAGED sebagai spirit arsitektur kota kecil. Saya sendiri harus membaca disertasinya beberapa kali dan masih belum mengerti betul. Minimal saya punya teman baru, sebab saya meneliti "desa vernakular", nah Mas Djokowi ini meneliti "arsitektur kota vernakular". Situasinya menjadi menarik, para planer di milis ini sangat sering berbicara kota skala megalopolitan tetapi di Jogja ada ahli yang meneliti kota masih dalam tahap embrional yang dikembangkan masyarakat sendiri tanpa intensi membangun kota seperti yang para planner bayangkan. Beritanya ada di bawah ini.

Teliti Arsitektur Kota Kecil, Djoko Wijono Raih Gelar Doktor

Terbatasnya konsep dan teori arsitektur kota secara deskriptif dan normatif menjadikan praktik rancang kota di Indonesia cenderung mengadopsi konsep dan teori barat. Akibatnya, rancang bangun arsitektur yang ada belum memenuhi kesesuaian dengan karakteristik kehidupan masyarakat Indonesia yang spesifik dan heterogen. "Inilah situasi yang mendorong dikembangkannya teori-teori arsitektur kota berbasis fenomena arsitektur kota yang berkembang di Indonesia," tutur Ir. Djoko Wijono, M.Arch. di Sekolah Pascasarjana UGM, Rabu (16/2), saat menempuh ujian terbuka program doktor.


Dalam mempertahankan disertasi "Konsep Saged: Spirit Arsitektur Kota Kecil", Djoko Wijono mengatakan arsitektur kota merupakan entitas karya manusia yang berada pada ranah abstrak hingga konkret berupa konfigurasi bentuk yang berwujud ruang geometris saling bersilang dan ruang fungsional. Ia merupakan produk tak tersengaja, tetapi bermakna bagi masyarakat, baik dari elemen-elemen fisik buatan maupun alam yang telah dimodifikasi. "Itu merupakan konsekuensi praktis dari pewadahan kegiatan masyarakat kota, termasuk swasta dan pemerintah, yang berlangsung sehari-hari, reguler, periodikal, maupun berkala, yang merupakan aplikasi praktis norma-norma yang berlaku yang diinterprestasikan secara praktis dari nilai-nilai yang ada pada kekuatan konsep saged," ucap Djoko.


Arsitektur kota kecil merupakan konfigurasi ruang geometris terbentuk linier dalam tiga dimensi berkarakter, terkonsentrasi pada persilangan yang terbentuk oleh gugusan bangunan dengan pelbagai fungsi, yang didominasi oleh komersial dan sosial. Sementara itu, pepohonan serta komponen kecil lain yang terangkai oleh kekuatan infrastruktur, terutama jalan, dinilai mampu memfasilitasi kegiatan-kegiatan masyarakat sesuai dengan tujuan yang diharapkan masyarakat. "Semakin sesuai infrastruktur dengan tujuan yang diinginkan masyarakat, maka semakin kuat eksistensi arsitektur kota," terang pria kelahiran Yogyakarta, 15 Agustus 1952 ini.


Dalam pandangan Djoko Wijono, arsitektur kota kecil merupakan produk tidak langsung dari berbagai kegiatan manusia karena aktivitas kehidupan memiliki kaitan erat dengan kota tersebut. Para warga mencari kualitas hidup dengan pelbagai cara yang dapat dilakukan. Arsitektur kota kecil juga bukan hasil kreasi kerekayasaan manusia yang dilakukan dengan sengaja (blue print atau grand design), melainkan terbuat dan terbangun oleh upaya mewadahi kegiatan dan menyeleksi masalah manusia. "Serta berbagai kegiatan manusia dalam mencapai tujuan-tujuan mempertahankan dan mengembangkan kualitas kehidupan," kata dosen Jurusan Teknik Arsitektur FT UGM ini.


Menurut Djoko, kualitas kehidupan yang diinginkan dalam berbagai dimensi ekonomi, sosial, kultural, politik, dan psikologi merupakan aspek sentral dan paling penting dalam kehidupan manusia. Kualitas kehidupan yang dimaksud ternyata memiliki kekuatan besar dalam membentuk dan membangun arsitektur kota dalam berbagai karakternya.


Konsep saged berpotensi untuk berkembang dan berlaku dalam pelbagai skala yang berbeda dan bahkan di luar konteks arsitektur kota, seperti arsitektur ruang dalam, arsitektur bangunan, dan arsitektur lanskap.

Saged juga berpotensi berkembang pada arsitektur kota pada kota besar dan kota yang dibangun berdasar cetak biru rancang bangun arsitektur kota. "Nilai-nilai yang selalu melekat secata laten pada pola pikir manusia akan selalu muncul dan menjadi kekuatan dahsyat bila lingkungan tidak mampu memenuhi pola pikir tersebut," terang Djoko Wijono yang dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan dan menjadi doktor ke-1346 yang diluluskan UGM. (Humas UGM/ Agung)


Salam,
Djarot Purbadi


__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment