Friday, May 21, 2010

Perencanaan Wilayah dan Kota: Kampung Batik Laweyan

Perencanaan wilayah dan kota, dan pengembangan ekonomi lokal contoh skala mikronya ialah pengembangan atau konservasi Kampoeng Batik Laweyan. Pemerintah Kota Surakarta berniat untuk meng-konservasi kawasan batik Laweyan yang selama ini dikenal sebagai salah satu sentra pembuatan batik tradisional, sekaligus sebagai salah satu warisan budaya dengan beragam motif batik yang telah diciptakan, dan bangunan peninggalan zaman dulu.

Walikota Solo Joko Widodo (Pak Jokowi) menjelaskan, rencana penataan lingkungan itu membutuhkan dana sekitar Rp 200 miliar. Dan, beliau berharap ada partisipasi dari masyarakat setempat, ini wajar mengingat banyak dari mereka yang usahanya sukses dan diuntungkan dengan pengembangan kawasan/konservasi Kapung Batik Laweyan ini (Tempointeraktif, 16-5-2010).

Sementara itu, Ketua Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan Alpha Febela Priyatmono mengatakan Kelurahan Laweyan telah menjadi kawasan cagar budaya berdasarkan surat keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik per Januari 2010.

Kampung Batik Laweyan memiliki sejarah, bangunan, lingkungan, batik, tradisi, adat istiadat, yang mencerminkan kekayaan budaya Indonesia. Dengan demikian, dia mendukung rencana konservasi terhadap kawasan tersebut. Dia menambahkan, masyarakat Laweyan selama ini juga sudah turut serta dalam konservasi, misalnya mengembalikan bentuk Langgar Laweyan seperti aslinya. “Kami swadaya untuk kegiatan itu,” jelasnya. Juga renovasi Langgar Merdeka, di mana masing-masing membutuhkan biaya Rp 100 juta. Selain itu, pemilik rumah kuno secara mandiri merenovasi rumahnya. “Agar kawasan Laweyan tetap memiliki ruh sebagai kawasan cagar budaya,” tuturnya.

Perencanaan wilayah dan kota atau penataan lingkungan Kampung Batik Laweyan juga diperkuat dengan kekayaan bentuk bangunan rumah para juragan batik yang dipengaruhi arsitektur tradisional Jawa, Eropa, Cina, dan Islam. Bangunan-bangunan tersebut dilengkapi dengan pagar tinggi atau "beteng" yang menyebabkan terbentuknya gang-gang sempit spesifik seperti kawasan Town Space. Kelengkapan khasanah seni dan budaya Kampung Batik Laweyan tersebut membuat Laweyan banyak dikunjungi wisatawan dari dinas dan institusi pendidikan, swasta, mancanegara (Jepang, Amerika Serikat, dan Belanda).
Kampung Batik Laweyan sudah terkenal sejak awal kemerdekaan republik ini. Bahkan jauh sebelum itu kampung Laweyan sudah mengukir sejarah dengan munculnya Serikat Dagang Islam ( SDI ) yang dibentuk oleh KH Samanhudi, salah satu saudagar batik terkemuka. Lewat SDI inilah nafas Islam menjadi bagian yang penting dalam perdagangan di Indonesia. Di wilayah ini pula berdiri bangunan Mesjid Laweyan yang konon dibangun pada tahun 1546 Masehi.

Krisnina (Nina) Akbar Tandjung, terdorong kepedulianya pada sejarah perjuangan tokoh pendiri bangsa, maka dia memprakarsai pendirian Museum Haji Samanhudi di Kota Solo. Tokoh Haji Samanhudi sendiri tidak terlepas dari panggung pergerakan nasional terutama Sarekat Islam (SI) dengan latar belakang Kampung Batik Laweyan, Solo. Museum ini di dekat rumah peninggalan Samanhudi di Kampung Laweyan, Solo itu. Di museum itu ditampilkan beberapa kisah: mengenai latar belakang pendirian Museum Haji Samanhudi, Kampung Laweyan, dan industri batik awal abad XX yang berisi gambar dan foto-foto Kampung Laweyan awal abad XX, gambar dan foto-foto masyarakat Laweyan baik pribumi maupun Tionghoa serta foto-foto Haji Samanhudi saat muda ketika terlibat dalam industri perdagangan batik.

Kawasan Kampung Batik Laweyan ini sejak dulu terkenal sebagai sentra industri batik. Seni batik tradisional yang dulu banyak didominasi oleh para juragan batik sebagai pemilik usaha batik, sampai sekarang masih terus ditekuni masyarakat Laweyan sampai sekarang. Sebagai langkah strategis untuk melestarikan seni batik, Kampung Laweyan didesain sebagai kampung batik terpadu, memanfaatkan lahan seluas kurang lebih 24 ha yang terdiri dari 3 blok.

Perencanaan wilayah dan kota atau khususnya penataan lingkungan ini diharapkan dapat mengungkapkan kisah proses pembuatan batik juga, supaya wisatawan, selain diharapkan belanja juga menikmati proses pembuatannya. Proses situ bisa meliputi pembuatan batik dengan menggunakan cap atau canting sebagai peralatan kerja. Dalam proses pembuatannya menggunakan lilin yang ditorehkan di kain putih. Lilin atau malam digoreskan menggunakan cap tembaga atau canting. Karena dibuat dengan cap maka dinamakan batik cap sedangkan yang menggunakan canting disebut batik carik atau batik tulis. Malam atau lilin ini melekat dikain putih lalu dalam proses pengerjaannya disertakan warna untuk memperindah corak motif batik. Bagaimana proses batik itu dikerjakan, labeling, pemasaran, yang mana sebagian dijual di pasar Klewer. Selanjutnya bagaimana yang diproses lanjut untuk menjadi pakaian jadi. Upaya promosi (branding) dilakukan melalui stiker yang ditempelkan di kain batik yang sudah jadi. Selanjutnya batik dipasarkan di toko batik atau dijual dalam partai besar di Pasar Klewer. Dan, sekarang tentunya ke seluruh tanah air dan mancanegara.

Perencanaan Wilayah dan Kota skala penataan lingkungan Kampung Batik Laweyan ditujukan untuk menciptakan suasana wisata dengan konsep utama "Rumahku adalah Galeriku". Artinya rumah memiliki fungsi ganda sebagai show-room sekaligus rumah produksi.Konsep pengembangan ini untuk memunculkan nuansa batik yang dominan yang secara langsung akan mengantarkan para pengunjung pada keindahan seni batik. Untuk mengenal lebih lanjut, bisa langsung ke sumber dari tulisan ini, terutama Kampoeng Batik Laweyan dan Pasar Solo ini.
Rangkuman tulisan diatas menunjukkan contoh perencanaan wilayah dan kota pada skala penataan lingkungan, yang memfasilitasi berkembangnya cluster pengembangan ekonomi lokal. Banyak pelajaran yang bisa ditarik dari pengelaman penataan lingkungan yang terkait pengembangan pariwisata, sejarah dan pengembangan UMKM, serta kerjasama pemerintah kota Solo, Walikota Jokowi dan para aktor pengusaha batik dan lembaga swadaya yang ada. [Risfan Munir]

No comments:

Post a Comment