Sebagai perencana wilayah dan kota, dalam pengembangan ekonomi lokal seyogyanya jangan bersikap seperti orang Pusat dengan beban "unggulan nasional", melihat dari atas (bird's eye view) kalau datang ke komunitas ekonomi lokal sebaiknya ikut bersama mereka (worm's eye view). Karena kemungkinan besar tak akan menemukan yang Anda "cari". Sebaliknya harus pakai pendekatan fenomenologi yaitu, "jangan mencari yang tak ada", tapi mulai dari yang ada.
Kalau dilihat dari luar mungkin perkembangan Bali biasa saja, tapi kalau diperdalam akan banyak ditemui dinamika. Di Bali, tidak seperti yang Anda lihat secara permukaan itu di dalamnya terjadi dinamika yang luar biasa. Sebagai contoh di Ubud saya ketemu kelompok ("trading house") Mitra Bali. Ini dimotori 4 orang muda yang membina, terutama marketing, produk kerajinan hampir separuh Bali (untuk jenis produk tertentu). Dia gabung dalam Alternative/Fair Trade network. Network internasional ini yang menberi info tentang "pasar" di banyak negara. Misalnya, menjelang musim ajaran baru di USA atau Eropa, ada tema utama "kura-kura lucu”.
Maka Mitra Bali membuat desain "kura-kura lucu" dalam berbagai model. Lalu mereka undang kelompok pengrajin dari beberapa kabupaten di Bali. Mereka tawarkan berbagai pola kura-kura lucu itu kepada mereka. Ada yang biasa membuat tas, kotak pinsil, kotak tisu, hiasan pensil, dst. Mereka diberi waktu 2 minggu untuk menerapkan pola itu pada produk masing-masing. serta mengajukan biaya/harganya.
Kemudian "trading house" ini akan menilai, terima/perbaiki/ tolak, bagi yang Oke akan diberi uang muka untuk memproduksi sekian. Ada juga kerjasama dengan perbankan.
Jadi layanan trading house mini ini adalah mewarnai desain, link dengan pasar, packaging, dan link dengan perbankan. Ini adalah model yang layak direplikasi. Komitmen mereka terhadap alternative fair trade, yang punya misi: membangun kemitraan global diluar jalur yang kapitalistik semata, concern terhadap "green criteria", anti mempekerjakan anak di bawah umur. Imbalan dari networking itu mereka dapat fasilitas networking yang luas. Jadi kerajinan Bali juga berkembang pada jalur ini, selain yang klasik/tradisional dan yang kontemporer.
Sekali lagi kalau dalam perencanaan pengembangan wilayah dan kota konvensional banyak digunakan perspektif “bird's eye view”, maka dalam pengembangan ekonomi lokal digunakan perspektif “worm's eye view” (sudut pandang cacing). [Risfan Munir, perencana wilayah dan kota, pengembangan ekonomi local, alumni ITB]
LOGFRAME: PEMBANGUNAN JALAN REGIONAL
4 years ago
No comments:
Post a Comment